Beberapa waktu yang lalu seorang teman memaparkan kepada saya bahwa angka kematian Covid-19 terbilang rendah bila dibandingkan dengan SARS, MERS dan bahkan kecelakaan lalu lintas. Opini ini dan sejenisnya bisa dengan mudah kita temukan dalam berbagai kanal berita dan jejaring media sosial. Hingga akhirnya tidak sedikit yang meremehkan kemampuan Covid-19 karena angka kematiannya kecil dibandingkan penyakit yang lain. 

Sejauh yang saya ketahui, memang betul kematian karena Covid-19 di Indonesia tidak lebih banyak daripada penyakit lain. Tetapi secara global, hari ini kematian karena Covid-19 menduduki peringkat pertama mengalahkan para “senior”. Detailnya bisa dilihat pada tautan ini.

Meski penting, saya berharap kematian tidak semestinya dijadikan fokus utama dan segalanya dalam menilai “kemampuan” Covid-19. Karena, setidaknya, ada 2 aspek lain yang penting dan juga perlu kita perhitungkan.

Membaca situs covid19.kemkes.go.id, ada istilah menarik yang bernama Emerging Infectious Disease. Adalah penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi untuk pertama kalinya, atau telah ada sebelumnya namun meningkat dengan sangat cepat, baik dalam hal jumlah kasus baru didalam suatu populasi, atau penyebaranya ke daerah geografis yang baru. Terkait detail EIDs bisa dibaca disini.

Hingga hari ini belum ada vaksin, dan juga belum ada obat yang spesifik, sehingga mengharuskan kita bersikap defensif melawan Covid-19, bukan ofensif. Anggap saja ini ASPEK PERTAMA yang perlu kita antisipasi.

ASPEK KEDUA adalah status pandemi global yang disematkan oleh WHO kepada pendatang baru bernama Covid-19 ini. Virus ini beroperasi secara tersembunyi. Meski kita sudah memiliki sistem deteksi RT dan PCR, tetapi terbilang masih belum merata dan biayanya juga tidak murah. Pernah membayangkan rumitnya masuk ke medan perang menghadapi musuh yang tak nampak?. 

Jadi, bukan kematian yang sepatutnya ditakuti secara berlebihan, tetapi lumpuhnya sistem kesehatan karena lonjakan jumlah orang sakit juga perlu kita takutkan. Meski dengan gejala ringan, akan tidak terkendali laksana zona perang. Sampai hari ini, kita baru berhasil menghambat laju, bukan menyerang langsung ke jantung pertahanan Covid-19.

Medical workers treat patients in the isolated intensive care unit at a hospital in Wuhan in central China’s Hubei province Thursday, Feb. 6, 2020. (Chinatopix via AP)

Belum selesai masalah kita, hari ini sudah muncul ajakan untuk memasuki era normal. Jika memang harus memasuki era normal, maka kita perlu hidup dengan penuh kedisiplinan, kesadaran dan kepatuhan. Bukan mengedepankan budaya ngeyel dan keras kepala, apalagi sambil teriak konspirasi sana-sini. Sadari bahwa di luar sana ada ancaman yang mampu melumpuhkan sistem kesehatan kita. Ingat, masyarakat dengan sistem kesehatan yang lumpuh akan musnah, cepat atau lambat.

Konon setiap pemberani pasti punya rasa takut. Hanya orang gila dan tidak waras saja yang sudah hilang rasa takutnya. 

Karenanya, mari kita imbangi kewaspadaan ini dengan penuh harapan bahwa saat ini seluruh dunia sedang berlomba-lomba menemukan obat spesifik untuk meruntuhkan hegemoni Covid-19. Penelitian juga sedang berlangsung untuk menemukan vaksin, sebagai tameng untuk menghentikan laju Covid-19 demi melindungi generasi berikutnya.

Mari kita lanjutkan kehidupan dengan saling memberikan dukungan untuk bisa memenangi pertempuran ini. Setiap individu, apapun profesi dan latar belakang sosialnya tanpa terkecuali punya peranan penting dalam pertempuran ini. Kebersamaan inilah yang akan membuat kita lepas dari kesulitan ini. 

Tulisan ini bukan ajakan untuk takut atau wujud inferioritas terhadap makhluk kecil dalam bentuk Covid-19. Tetapi ajakan untuk sadar dan tidak meremehkan bahwa ancaman di luar sana nyata. Ya, dia nyata dan mengintai. Kurang bukti apa ketika virus ini mampu memaksa kita semua bertekuk lutut selama ini?.

Tulisan ini bukan paksaan kepada pembaca untuk mengerti dan memahami, karena hidayah adalah milik Allah dan akan diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki, dengan cara yang Dia kehendaki, bukan cara yang aku kehendaki. Semoga kita semua diberikan kesadaran jika musuh kita sama. (UFO)


Ahmad Fajar INHADL, Lc. ME

Alumni Kuliah Dakwah Universitas Syaikh Ahmad Kuftaro Damaskus - Suriah dan Pascasarjana Ekonomi Syariah IAIN Kudus. Saat ini mengabdikan diri sebagai Ketua Komite Syariah di RS Islam Sultan Hadlirin Jepara. Aktif sebagai Pembina di Majlis Taklim Ashofa Jepara.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *