BelajarApa yang terbesit dalam benak anda saat membaca kalimat “Titipan Ilahy”?. Saya hampir yakin bahwa anda mengartikan “Titipan Ilahy” sebagai anak atau keturunan. Saya pribadi memaklumi “asumsi” tersebut, karena memang kalimat “Titipan Ilahy” hampir pasti dikonotasikan dengan anak atau keturunan. Tapi tulisan ini bukan ingin membahas “Titipan Ilahy” yang itu, melainkan “Titipan Ilahy” lainnya yang pastinya lebih penting dari anak dan keturunan yang acapkali kita banggakan dihadapan manusia.

Titipan Allah yang saya maksud dalam kajian ini adalah “Fitrah Allah”. Apakah anda familiar dengan istilah tersebut?, atau justru baru sekarang anda menyadarinya?. Untuk lebih jelasnya saya akan menampilkan sebuah firman Allah dalam surat ar-Ruum : 30. Allah SWT berfirman “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Dalam Tafsir al-Munir Prof. Dr. Wahbah Zuhaily menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Fitrah Allah” pada ayat tersebut adalah Allah menciptakan manusia mempunyai naluri beragama tauhid.

Mungkin pembaca bertanya “Naluri beragama tauhid?, maksudnya?. Dalam surat al-A’raf ayat 172 Allah SWT menjawab “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. Ayat ini menegaskan bahwa sesungguhnya keimanan manusia terhadap Allah yang maha Esa adalah sesuatu yang bersifat built in atau dengan redaksi lain bernaluri Tauhid. Saya yakin setelah membaca 2 firman Allah SWT diatas, tiba-tiba banyak muncul pertanyaan dalam benak anda “Lha terus kok sekarang banyak orang non muslim, gimana tu?”“Masak sie manusia punya naluri beragama Tauhid, bukankah banyak juga orang muslim yang kemudian pindah agama menjadi non muslim?. Dan se-abrek pertanyaan lainnya yang “belum ingin” saya jawab pada kesempatan kali ini.

Kali ini saya ingin mengajak kita semua untuk membenahi diri sendiri sebelum terbuai “ngurusi” akidah orang lain. Disadari atau tidak kita ini umat yang gemar dan sibuk mengurus akidah orang lain tapi lupa atau bahkan lalai untuk mengurus akidah kita sendiri. Bahkan yang lebih ironis ada sebagian diantara kita yang “demen” banget meng-kafirkan saudaranya karena merasa akidahnya sudah “perfect”. Kita tidak ingin seperti “mereka”, melalui tulisan ini saya ingin mengajak anda semua untuk menjawab sebuah pertanyaan. Yaitu “Dengan cara apa kita menjaga fitrah Allah yang dititipkan kepada kita?”.

Jawaban dari pertanyaan diatas simpel sekali, yaitu “Dengan senantiasa dan terus menerus mempelajari syariat Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW”. Ya betul, itulah jawaban pertanyaan diatas. Mempelajari ajaran Allah SWT adalah kewajiban setiap mereka yang mengikrarkan 2 kalimat syahadat. Sayangnya banyak diantara kita yang tidak menyadari kewajiban mempelajari ajaran Allah SWT. Kita melupakan bahwa konsekwensi menjadi seorang muslim adalah memahami ajaran Allah SWT. Memahami berarti mengetahui banyak tentang ajaran Islam, alias tidak hanya tahu kulit luar ajaran Islam saja. Ironi, mungkin itulah kalimat yang “sedikit” mewakili kegundahan saya manakala melihat seorang muslim menjadi was-was dan bahkan ragu dengan kebenaran Islam. Pertanyaan sederhana-pun muncul “Nah dulu waktu mau Islam apa ngak pake analisa dan kajian mendalam?, masak baru sekarang “ngerasa” kalo kayaknya ada yang salah dengan ajaran Islam”.

Karenanya, melalui tulisan singkat nan sederhana ini saya mengajak anda semua untuk lebih giat menggali ajaran Allah SWT. Saya yakin jika kita benar-benar komitmen kepada Islam dan kemudian mengkaji ajaran Islam secara mendalam, sebanyak apapun upaya deislamisasi akan mampu kita tangkal dengan self defense kita. Tapi kembali lagi masalah yang kita hadapi saat ini adalah minimnya keinginan kita untuk belajar agama, jika tidak punya keinginan dan merasa bahwa belajar agama adalah kebutuhan, maka sebanyak apapun argumen yang saya ketengahkan tidak ada satupun yang akan mampir dihati anda. Bola ada ditangan anda, mau menjadi muslim seutuhnya atau muslim “pemadam kebakaran”?.


Ahmad Fajar INHADL, Lc. ME

Alumni Kuliah Dakwah Universitas Syaikh Ahmad Kuftaro Damaskus - Suriah dan Pascasarjana Ekonomi Syariah IAIN Kudus. Saat ini mengabdikan diri sebagai Ketua Komite Syariah di RS Islam Sultan Hadlirin Jepara. Aktif sebagai Pembina di Majlis Taklim Ashofa Jepara.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *