Konflik Suriah

Aktifitas hari Senin lalu dimulai agak lambat dan tidak seperti hari-hari biasa. Bukan karena “I don’t like mondays”, bukan juga karena Juventus main di J-Stadium, tapi karena hampir semalam suntuk saya terjaga menunggui sang buah hati yang batuk dan mutah-mutah plus pilek yang tak kunjung reda.

Paginya dan sesampainya dikantor, segera saya buka Toshiba jadul untuk menyusun dan merangkai naskah khutbah Safari Jumat. Setelah buka sana-sini akhirnya saya menemukan sebuah judul yang unik, bahkan mungkin dianggap kontroversi oleh sebagian orang. Judul yang saya maksud adalah kalimat yang sama persis tertulis sebagai judul artikel saya kali ini.

Alasan penulisan judul ini adalah fakta lapangan bahwa umat Islam adalah manusia yang gemar sekali berkonflik. Perang saudara dan sikut menyikut demi kepentingan duniawi bukanlah barang langka didunia Islam. Sebut saja konflik Suriah yang sejak 3 tahun lalu hingga sekarang tak kunjung selesai. Sedikit intermezzo, terkait konflik Suriah ibu saya pernah berseloroh “Perang kok koyo kerjo, rak ono preine kok yo betah”, saya hanya tersenyum dan berjanji akan menuliskan pesan beliau distatus FB saya. Berikutnya konflik Yaman, Mesir, Irak dan masih banyak lagi contohnya. Di Asia juga tidak kalah “seru”, genosida umat Islam di Rohingnya adalah contoh kecilnya. Lalu bagaimana dengan Indonesia?, meskipun konflik berdarah tidak se-intens disana, tetapi bukan berarti kondisi umat Islam dinegeri ini baik-baik saja.

Di Indonesia berbagai upaya sistematis, masif dan terstruktur dilakukan untuk melemahkan akidah umat Islam dalam rangka mengaburkan hakikat dan kebenaran ajaran Allah. Berbicara tentang contoh saya jamin jari anda tidak akan habis menghitung puluhan bahkan ratusan masalah yang mendera republik ini. Mulai masalah didunia politik, ekonomi dan budaya seolah menjadi cerita sinetron yang tidak tahu kapan akan selesai.

Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar didunia. Pada tahun 2010 saja prosentasenya mencapai 87 %, bukan jumlah yang sedikit bukan?. Dan konon, umat Islam sedunia berjumlah 1,57 milyar, atau 23 % dari penduduk dunia. Karenanya tak heran jika ada diantara kita yang kemudian bertanya. “Dimana Allah?, kenapa Dia tidak menolong hamba-Nya yang beriman kepada-Nya?”. “Apakah Allah mengingkari janji-Nya?”. Ngomong-ngomong “janji” yang mana?. Coba aja kamu simak firman Allah SWT dalam surat Ibrahim ayat 14 “Dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka (orang-orang Kafir). Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku”. Ada juga ayat senada dengan ayat 14 surat Ibrahim diatas “Dan sungguh telah kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang salih” (TQS. al-Anbiya’ : 105).

Ayatnya benar, tapi saya kok merasa jika ayat ini justru menjadi tamparan keras buat kita semua. Kenapa?, Perhatikan dengan seksama, siapakah yang diberikan keistimewaan oleh Allah. Ternyata Allah berkenan memberikan pertolongan-Nya kepada mereka yang benar-benar beriman kepada-Nya (orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku) dan orang-orang salih. “Lha emang kita imannya kagak bener apa?”. Sangat tidak bijaksana jika saya yang masih belajar tentang agama dan bagaimana beragama yang baik menilai keimana kita semua. Tapi mari kita telaah bersama hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya. Dalam hadits tersebut Nabi menyebut kita sebagai “buih dilautan”. Apa maksudnya?, adalah kita menjadi umat yang terombang-ambing ditengah pusaran permasalahan yang makin hari makin pelik dan mencekik. Kenapa kita menjadi umat yang demikian?, karena kita dihinggapi penyakit al-Wahn, yaitu cinta dunia dan benci kematian.

Hadits ini cukup bagi kita untuk menundukkan kepala seraya berkata “Ya Allah ternyata iman saya belum seperti yang diharapkan nabi-Mu”. Itulah kenapa Allah belum berkenan menolong kita semua dari jeratan masalah dan kesulitan. Seringkali dalam hidup kita menyalahkan teori konspirasi yang dikoordinir oleh Amerika dan sekutunya. Kita mengaggap mereka adalah dalang utama dibalik kemunduran umat Islam. Hanya orang bodoh yang tidak paham dan tidak tahu teori konspirasi ala Amerika dan sekutu, tetapi selalu menyalahkan mereka tanpa mau introspeksi diri adalah kebodohan kuadrat.

Pernahkah kita berpikir bahwa Allah belum berkenan mengeluarkan kita dari himpitan permasalahan karena kita selalu menjauhkan diri dari pertolongan-Nya?. Ingat, musibah, kesulitan, permasalahan dan hal-hal tidak enak dalam hidup diciptakan agar kita kembali dan mendekat kepada-Nya. Bukankah saat Allah sayang kepada hamba-Nya Dia mengutus Jibril untuk menimpakan kesulitan kepada mereka? (Intisari Hadits riwayat Thabarani dari Abu Umamah RA). Inilah rumus dan skenario hidup dan kehidupan dimuka bumi.

Oke oke oke, anggap saja saya setuju bahwa kita tidak ditolong Allah karena iman kita masih apa adanya, atau katakanlah abal-abal. Tapi jika kita sudah berbenah, meng-upgrade kualitas iman kita dengan firmware (minjam bahasa Droiders) paling mutakhir, apakah ada jaminan Allah akan menolong kita?. Bukan bermaksud meragukan kehebatan Allah sebagai penguasa alam semesta, hanya ingin bukti sejarah saja.

Kritis adalah hal bagus dalam beragama, karena dengan begitu anda menjadi seorang manusia yang mau menggunakan otaknya untuk memikirkan urusan agama. Kata Dr. Zakir Naik “Favorit saya adalah orang Atheis (dibanding orang Kristen), kenapa?, karena mereka menggunakan otaknya untuk berpikir sehingga menemukan konklusi bahwa tidak ada tuhan dialam semesta. Sedangkan mereka (Kristen), kebanyakan menjadi Kristen karena mengekor orang tuanya, istri atau bahkan gerejanya tanpa mau bertanya dan berpikir”.

Untuk menjawab kritik berbau keraguan diatas, saya ingin kita kembali menelaah cerita tentang Thalut dan Jalut (silahkan baca firman Allah dalam surat al-Baqarah : 247 – 252). Thalut adalah seorang laki-laki sederhana yang dipilih untuk memimpin pasukan menghadapi para Amaliqah yang dipimpin Jalut. Misinya adalah untuk merebut kembali Tabut (kotak kayu yang dilapisi emas) berisikan Taurat atau syariat Yahudi. Karena keberingasan, kekuatan dan kekejaman Jalut, pasukan yang disiapkan Thalut tidaklah sedikit. 80.000 pemuda pilihan dari Bani Israil diberangkatkan. Sesampainya mereka diperbatasan Jordania dan Palestina, Thalut memberikan instruksi bahwa Allah akan menguji mereka dengan sebuah sungai. “Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku” (TQS. Al-Baqarah : 249).

Esensi cerita ini tidak terletak pada minum dan tidak minum air sungai dimaksud. Tetapi Allah ingin menguji Thalut dan pasukannya, tujuannya Allah ingin mengetahui keikhlasan, kesabaran dan tentunya loyalitas mereka kepada Thalut sang panglima. Hasilnya, dari 80.000 pasukan yang berangkat mengecil menjadi kurang lebih 300 orang. Nah loh, yang 79.700 kemana?, dalam cerita disebutkan bahwa mereka tidak sanggup meneruskan perjalanan menghadapi Jalut dan pasukannya.

Tentara yang tersisa kemudian melanjutkan perjalanan. Saat mereka melihat Jalut dan pasukannya, ada beberapa orang yang sempat minder. Sama kayak saya yang kadang minder saat membaca hegemoni para musuh Islam dan bagaimana mereka menduduki semua lini kehidupan di era modern. Tapi Allah dengan tegas mengabadikan janjinya dalam kisah diatas. Adalah firman “Orang-orang yang yakin bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah”. (TQS. al-Baqarah : 249). Subhanallah!, ternyata Allah hanya berurusan dengan mereka yang kualitas keimanannya super hebat (300 orang tentara Thalut), meskipun jumlah mereka sedikit. Dan Allah tidak berkenan melihat (apalagi menolong), mereka yang mengaku muslim, loyal kepada ajaran Islam dengan kualitas keimanan “apa-adanya” meskipun jumlah mereka banyak.

So (karena batere Tab saya mau habis)…alangkah tidak bijaksananya jika kita selalu mengeluh dan bertanya “Kenapa Allah tidak segera menolong hamba-Nya yang tertindas dan terdzalimi?”. Tanyakan kepada diri kita masing-masing “Pantaskah kita mendapat kehormatan pertolongan-Nya, sementara iman kita masih jauh dari harapan Rasulullah SAW”. Saat kita tak lagi menjadi “buih dilautan”, saat itulah Allah akan menolong kita meskipun kita tidak memintanya. Semoga terhibur sahabat.


Ahmad Fajar INHADL, Lc. ME

Alumni Kuliah Dakwah Universitas Syaikh Ahmad Kuftaro Damaskus - Suriah dan Pascasarjana Ekonomi Syariah IAIN Kudus. Saat ini mengabdikan diri sebagai Ketua Komite Syariah di RS Islam Sultan Hadlirin Jepara. Aktif sebagai Pembina di Majlis Taklim Ashofa Jepara.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *